loading...
loading...
"Pergi kamu! Jangan pernah lagi ada di depan pintu hotel saya! Ganggu bisnis aja!" Marahan ini setiap hari terdengar di depan hotel yang berdiri di sebuah jalan kecil.
Pemilik hotel yang adalah seorang wanita cantik, kesal karena di depan pintunya ada seorang pria tua yang berpakaian compang-camping, duduk mengemis di depan pintu gerbang hotelnya dengan mangkuk yang sudah rusak dan beberapa koin di dalamnya. Pengemis tua itu hanya bisa duduk diam, mengemis dengan tatapan matanya yang terlihat kosong dan wajah serta baju yang kotor karena debu. Mulutnya yang gagap beberapa kali mencoba berbicara dan sewaktu dia dimarahi, dia hanya bisa berkata, "Aku sudah salah. Maafkan saya." Tanpa ada seorang pun yang tahu apa arti dari perkataan itu.
Ibu pemilik hotel sudah kesal setiap hari harus memarahi pengemis tua ini. "Dasar pengemis tak tahu diri! Masih aja berani duduk di depan pintu hotel ini! Jangan harap aku bakal kasih makan! Kalo kamu mau mati, mati sana di tempat lain jangan disini!" Cercaan dan hinaan ini terus berlanjut sampai ke toko-toko di sebelah hotel itu. Tapi tidak ada seorang pun yang bis aberbuat apa-apa.
Akhirnya malam pun tiba dan ibu pemilik naik ke atas kasur bersama dengan suaminya sembari membawa perasaan kesal itu. Dia mengeluh kepada suaminya yang adalah seorang supir taksi dan tidak pernah ada di hotel untuk mengurus bisnis. Tapi ketika dia mendengar ada pengemis yang menghalangi pintu gerbang hotelnya, dia ikut emosi dan berkata, "Pengemis tua? Berani-beraninya dia halangi usaha kita! Nggak usah bingung sayang, besok aku panggil beberapa temen untuk mukulin pengemis itu. Dia pasti ga berani dateng lagi!"
"Eh? Jangan dipukul deh. Agak kasihan juga." Kata ibu pemilik. Walaupun mereka setiap hari mencerca pengemis itu, mereka tetap tidak tega mengambil nyawa seseorang.
Akhirnya suaminya menghiburnya sambil berkata, "Udahlah. Kan cuma pengemis juga. Biarin aja. Nyawanya ga berarti."
Istrinya akhirnya berkata, "Jangan dibunuh deh. Tapi terserah kamu mau ngapain."
"Oke, nggak masalah."
Merek berdua pun setuju. Keesokan harinya, suaminya mengajak beberapa teman yang biasa diajaknya untuk minum-minum dan bersenang-senang datang untuk memukuli pengemis itu. Katanya, "Bro-bro sekalian, lo pukulin pengemis itu, jangan sampe mati ya. Ntar gue traktir minum."
"Tenang bro. Beres." Kata pria-pria besar itu.
Mereka memukul dan menendang pengemis tua itu tanpa dia bisa membalas atau melindungi diri. Dia hanya bisa meringkuk kesakitan sambil melindungi kepalanya. Mereka akhirnya berhenti, pengemis tua itu tidak meninggal, tapi mengalami sakit yang luar biasa.
"Dengar ya kakek tua, jangan pernah balik lagi kesini. Pergi kamu. Bro, ayo jalan." Kata supir taksi yang juga adalah suami dari ibu pemilik hotel. Mereka pun hilang dari pandangan.
Di dalam hotel, si istri melihat dari balik jendela dengan perasaan senang. Dia merasa semuanya sudah selesai dan pengemis itu pasti akan pergi. Sebenarnya, banyak orang yang tahu dengan kejadian ini tapi tidak ada seorang pun yang mau untuk turun tangan membantu kakek tua ini.
Akhirnya setelah waktu yang cukup lama, pengemis ini berdiri dengan mulut yang berdarah dan tulang rusuk yang patah, berjalan terseok-seok melewati mangkuk yang sudah pecah dan beberapa koin yang tergeletak diatasnya. Sesaat pengemis tua ini memandang ke arah hotel, pandangannya penuh arti, sedih, tapi terlihat lega. Pengemis tua ini kemudian hilang dari pandangan orang-orang.
Ibu pemilik dan suaminya senang bukan main karena tidak ada lagi pengemis yang mengganggu usahanya. Dia setiap hari melayani tamu-tamu yang datang dengan penuh sukacita tanpa ada perasaan bersalah sedikitpun.
Beberapa hari kemudian, ada beberapa orang polisi yang datang dan mencari ibu pemilik. "Permisi, apakah saya bisa berbicara dengan Ibu Liu Chun Hua?"
Ibu bos kemudian keluar, menyapa mereka, "Saya Pak, ada yang bisa saya bantu?" Dia mulai takut, berpikir apakah ini karena kasus kekerasan beberapa hari yang lalu?
Polisi itu kemudian berkata, "Kami hanya ingin tahu, apakah hidup anda sekarang nyaman?"
Ibu itu merasa lega dan berkata, "Iya Pak. Pak maaf, boleh kita ke kantor saya untuk berbicara lebih lanjut?" Mereka pun berjalan masuk ke kantor.
"Ibu, kami ingin bertanya, apakah anda kenal dengan Liu Ai Guo, pria yang saya percaya adalah ayah anda?"
Mendengar nama ini, wanita yang tadinya tegar itu mulai berkaca-kaca matanya, "Maaf Pak. Saya nggak kenal dia! Jangan sebut nama itu di depan saya! Saya nggak punya ayah yang menjualku waktu aku masih umur 13 tahun!"
Ibu ini melanjutkan, "Saya nggak pingin ingat masa-masa itu. Dia cuma tau judi, judi, dan judi. Nyusahin mama saya, cerai dengan mama saya, nggak pernah menang, uang abis, dan saya harus dijual! Itu yang anda sebut ayah?!"
Para polisi kemudian mengangguk, "Ibu, saya minta maaf kalau itu harus terjadi pada anda, tapi dari sisi hukum, beliau adalah ayah anda."
"Maaf Pak, jadi ada apa bapak-bapak yang saya hormati ini kemari?"
"Bu, 3 hari yang lalu kami menemukan mayat seorang tua di pinggir sungai, dan setelah kami identifikasi, almarhum adalah ayah anda, Liu Ai Guo."
"Oke." Jawabnya tanpa ekspresi.
2 hari kemudian, ibu ini diundang ke kantor polisi untuk mengenali mayatnya. Sesampainya di ruang otopsi dan melihat mayatnya, Ibu ini kaget. Dia tak menyangka kalau pengemis tua yang wajahnya dia kenal itu terbaring disana.
Para polisi mengatakan, "Ada saksi yang menemukan mayat bapak ini tergenang di atas sungai. Kalau dilihat dari ciri-cirinya, almarhum memang terlihat seperti seorang pengemis. Tapi dilihat dari tanda-tanda yang kami amati, sebab utama kematiannya adalah karena bunuh diri, dengan sebab yang kami tidak ketahui. Maaf, tapi apakah benar almarhum adalah Liu Ai Guo?"
Ibu itu hanya bisa terdiam, melihat mayat yang adalah ayah darah dagingnya sendiri. Dia tak bisa berkata-kata dan merasa sangat bersalah, karena nyawa ayahnya hilang hanya karena emosi sesaat yang timbul di hatinya...
Sumber: BH
loading...